Thursday, December 26, 2019

Marsigit Philosophy Class 2019 Assignment 1 Permasalahan penilaian dalam pembelajaran Bahasa Inggris

Marsigit Philosophy Class 2019 Assignment 1
PERMASALAHAN PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
Oleh
Laily Amin Fajariyah
(NIM. 19701261019)

Marsigit Philosophy Class 2019 Assignment 1. Berdasarkan pengalaman saya mengajar Bahasa Inggris di sebuah SMP di Gunungkidul sejak 2010, pembelajaran Bahasa Inggris masih menjadi pembelajaran yang “ditakuti” selain Matematika. Siswa merasakan semacam beban dalam belajar Bahasa Inggris. Mereka belajar mata pelajaran tersebut karena memang bagian dari pembelajaran wajib di sekolah. Kurangnya kesadaran pentingnya Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari menjadikan motivasi belajar mereka kurang. Di sini sebagai guru, tugas saya yang pertama adalam membuat mereka tertarik belajar Bahasa Inggris dan kemudian aktif dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran Bahasa Inggris, ada empat keterampilan yang harus dimiliki siswa. Keempat keterampilan tersebut adalah: membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Setiap keterampilan mempunyai tantangan tersendiri. Berbicara/speaking merupakan salah satu keterampilan yang diajarkan kepada siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Keterampilan ini adalah salah satu dari keterampilan produktif bahasa yang terdiri dari menulis/writing dan berbicara/speaking. Berbicara adalah salah satu keterampilan yang paling menantang untuk diajarkan di kelas. Dalam proses pembelajaran, tidak semua siswa mampu menunjukkan keterampilan berbicara dengan mudah setelah belajar Bahasa Inggris misalkan ungkapan tertentu. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman mengajar saya selama hampir 10 tahun, berbagai faktor, baik kognitif maupun afektif mempengaruhi keterampilan siswa tersebut. Dalam sisi afektif, sikap siswa yang masih malu-malu dan kurang percaya diri mempraktikkan Bahasa Inggris yang dia peroleh menjadi salah satu penghambat siswa untuk bisa praktik berbicara dengan lancar. Sedangkan dalam sisi kognisi, pengetahun bahasa siswa yang masih kurang dari sisi vocabulary atau kosa kata dan tata bahasa serta pronunciation disinyalir sebagai penyebab kurangnya siswa terampil berbicara dalam Bahasa Inggris.
Berbagai cara telah dilakukan untuk membantu siswa “berbicara”. Cara-cara seperti drilling, games, proyek, dan berbagai praktik lainnya telah dicoba di kelas baik dalam pembelajaran maupun dalam penilaian siswa. Dari sisi penilaian yang dilakukan, didapatkan hasil yang tidak memuaskan untuk semua siswa. Hal ini menunjukkan tidak setiap teknik ataupun metode mampu mengakomodasi semua siswa dan dianggap baik untuk setiap siswa. Masih ada beberapa siswa yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan teori postmethod era yang menyatakan bahawa “no single approach or method is best suited for all teaching contexts” (Kumaravadivelu, 2006; Brown, 2007b).
Ditelusuri lebih lanjut, siswa yang ada di kelas tidak memiliki kemampuan yang sama, ada siswa yang high performing atau tergolong sangat cakap, average atau siswa menengah, dan ada siswa yang kurang atau low performing, bahkan ada pula siswa dengan kebutuhan khusus atau ABK. Keberagaman yang ada ini sering terabaikan baik dalam proses pembelajaran dan pengabaian ini berlanjut pada penilain. Dalam proses pembelajaran, semua siswa diajar dengan model yang sama dan diharapkan akan memiliki pace of learning atau kecepatan belajar yang sama.  Dari pembelajaran yang sama ini, beberapa siswa mungkin merasakan ketidaknyamanan atau ketertinggalan yang berakibat kurang maksimal dalam pembelajaran.
Selanjutnya, dalam penilaian keberagaman antar siswa juga sering diabaikan. Siswa diperlakukan secara sama sehingga mereka mendapatkan penilaian dengan system yang sama dengan standar tertentu. Sebagai contoh dalam penilaian berbicara di kelas Bahasa Inggris, semua siswa dinilai agar bisa mendeskripsikan tokoh terkenal melalui presentasi. Siswa dengan high performing, akan merasa tertantang dan mempresentasikan tokoh yang dideskripsikan dengan bahasa yang detail dengan lancar dan pelafalan serta intonasi seperti penutur asli.
Siswa yang berada pada rata-rata, kemungkinan bisa mempresentasikan tokoh tersebut dengan bahasa yang tepat dan penyampaian yang sederhana. Sedangkan permasalahan akan muncul pada siswa low performing, mereka bisa saja masih mengalami untuk mempresentasikan tokoh tersebut. Beberapa kesulitan terkait unsur kebahasaan dasar seperti kosa-kata yang harus digunakan dalam mendeskripsikan. Mereka masih perlu exposure atau pajanan kata sifat seperti misal inspiring, awesome, gorgeous, dsb. Hal ini membuktikan permasalahan pembelajaran Bahasa Inggris khususnya terkait keterampilan berbicara masih perlu untuk terus dikaji dan dipecahkan. 
Dari penjabaran di atas, dapat diidentifikasi permasalahan pembelajaran di kelas saya sebagai berikut:
1.      Bahasa Inggris masih menjadi mata pelajaran yang “ditakuti”.
2.      Bahasa Inggris menjadi beban bagi siswa, siswa belum sadar pentingnya Bahasa Inggris.
3.      Motivasi untuk belajar Bahasa Inggris masih rendah.
4.      Pembelajaran Bahasa Inggris dalam keempat keterampilan memiliki tantangan masing-masing.
5.      Keterampilan produktif siswa yang berupa menulis dan berbicara menuntut siswa memproduksi Bahasa Inggris merupakan keterampilan yang “menantang”.
6.      Dalam proses pembelajaran, tidak semua siswa mampu menunjukkan keterampilan berbicara dengan mudah.
7.      Kendala afektif dalam berbicara terjadi misalnya kurangnya kepercayaan diri siswa dalam berbicara.
8.      Kendala/faktor kognitif adalah pengetahun bahasa siswa yang masih kurang dari sisi vocabulary atau kosa kata.
9.      Kurangnya pengetahuan siswa dalam tata bahasa.
10.  Kurangnya pengetahuan dan kepercayaan diri untuk melafalkan/pronunciation disinyalir sebagai penyebab kurangnya siswa terampil berbicara dalam Bahasa Inggris.
11.  Guru mencoba berbagai Teknik (drilling, games, survey, projek) dalam pembelajaran dan penilaian Bahasa Inggris dan belum semuanya sukses.
12.  tidak setiap teknik ataupun metode mampu mengakomodasi semua siswa dan dianggap baik untuk setiap siswa (“no single approach or method is best suited for all teaching contexts”)
13.  Siswa yang ada di kelas tidak memiliki kemampuan yang sama, ada siswa yang high performing atau tergolong sangat cakap, average atau siswa menengah, dan ada siswa yang kurang atau low performing, bahkan ada pula siswa dengan kebutuhan khusus atau ABK.
14.  Pembelajaran masih dilakukan dengan cara yang sama untuk semua jenis siswa (low performing, average, high performing, dan bahkan ABK) 
15. Dalam penilaian keberagaman antar siswa juga sering diabaikan. Siswa diperlakukan secara sama sehingga mereka mendapatkan penilaian dengan system yang sama dengan standar tertentu.

*) Postingan ini adalah bagian dari tugas akhir Mata Kuliah Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan pada Semester 1 Prodi S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan tahun 2019 yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, MA

Perjuangan 5 Besar: Calon Duta Teknologi DIY 2024

  Halo Educators Hebad,  Maafkan saya yang lama tidak menyapa. Beberapa hari ini alhamdulillah kembali bergulat dengan waktu dan sat set men...